Sebutsahaja perkataan guru, cikgu, mursyid dan apa jua yang sama dengannya, pasti akan terbayang difikiran seseorang yang mengajar ilmu, menunjukkan kesalahan, memberi nasihat, latihan dan panduan. Islam amat menitikberatkan adab seorang murid terhadap gurunya. Adalah menjadi suatu kewajiban bagi kita untuk hormat kepada guru meskipun
Dalam proses pembelajaran, murid membutuhkan orang alim atau yang umum disebut dengan guru, ustadz, atau kiai. Murid dan orang alim perlu berinteraksi. Oleh karena itu ada adab-adab tertentu yang harus diperhatikan seorang murid terhadap gurunya sebagaimana dinasihatkan oleh Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjdudul al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 431 sebagai berikut آداب المتعلم مع العالم يبدؤه بالسلام ، ويقل بين يديه الكلام ، ويقوم له إذا قام ، ولا يقول له قال فلان خلاف ما قلت ، ولا يسأل جليسه في مجلسه ، ولا يبتسم عند مخاطبته ، ولا يشير عليه بخلاف رأيه ، ولا يأخذ بثوبه إذا قام ، ولا يستفهمه عن مسألة في طريقه حتى يبلغ إلى منزله، ولا يكثر عليه عند ملله. Artinya, “Adab murid terhadap guru, yakni mendahului beruluk salam, tidak banyak berbicara di depan guru, berdiri ketika guru berdiri, tidak mengatakan kepada guru, “Pendapat fulan berbeda dengan pendapat Anda”, tidak bertanya-tanya kepada teman duduknya ketika guru di dalam majelis, tidak mengumbar senyum ketika berbicara kepada guru, tidak menunjukkan secara terang-terangan karena perbedaan pendapat dengan guru, tidak menarik pakaian guru ketika berdiri, tidak menanyakan suatu masalah di tengah perjalanan hingga guru sampai di rumah, tidak banyak mengajukan pertanyaan kepada guru ketika guru sedang lelah.” Dari kutipan di atas dapat diuraikan kesepuluh adab murid terhadap guru sebagai berikut Pertama, mendahului beruluk salam. Seorang murid hendaknya mendahului beruluk salam kepada guru. Hal ini sejalan dengan hadits Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim bahwa yang kecil memberi salam kepada yang besar. Kedua, tidak banyak berbicara di depan guru. Banyak berbicara bisa berarti merasa lebih tahu dari pada orang-orang di sekitarnya. Apa bila hal ini dilakukan di depan guru, maka bisa menimbulkan kesan seolah-seolah murid lebih tahu dari pada gurunya. Hal ini tidak baik dilakukan kecuali atas perintah guru. Ketiga, berdiri ketika guru berdiri. Bila guru berdiri, murid sebaiknya lekas berdiri juga. Hal ini tidak hanya penting kalau-kalau guru memerlukan bantuan sewaktu-waktu, misalnya uluran tangan agar segera bisa tegak berdiri, tetapi juga merupakan sopan santun yang terpuji. Demikian pula jika guru duduk sebaiknya murid juga duduk. Keempat, tidak mengatakan kepada guru, “Pendapat fulan berbeda dengan pendapat Anda.” Ketika guru memberikan suatu penjelasan yang berbeda dengan apa yang pernah dijelaskan oleh orang lain, sebaiknya murid tidak langsung menyangkal penjelasan guru. Sebaiknya murid meminta izin terlebih dahulu untuk menyampaikan pendapat orang lain yang berbeda. Jika guru berkenan, murid tentu boleh menyampaikan hal itu. Kelima, tidak bertanya-tanya kepada teman duduknya sewaktu guru di dalam majelis. Dalam majlis ta’lim atau kegiatan belajar mengajar di kelas, murid hendaknya bertanya kepada guru ketika ada hal yang belum jelas. Hal ini tentu lebih baik daripada bertanya kepada teman di sebelahnya. Lebih memilih bertanya kepada teman dan bukannya langsung kepada guru bisa membuat perasaan guru kurang nyaman. Keenam, tidak mengumbar senyum ketika berbicara kepada guru. Guru tidak sama dengan teman, dan oleh karenanya tidak bisa disetarakan dengan teman. Seorang murid harus memosisikan guru lebih tinggi dari teman sendiri sehingga ketika berbicara dengan guru tidak boleh sambil tertawa atau bersenyum yang berlebihan. Ketujuh, tidak menunjukkan secara terang-terangan karena perbedaan pendapat dengan guru. Bisa saja seorang murid memiliki pendapat yang berbeda dengan guru. Jika ini memang terjadi, murid tidak perlu mengungkapkannya secara terbuka sehingga diketahui orang banyak. Lebih baik murid meminta komentar sang guru tentang pendapatnya yang berbeda. Cara ini lebih sopan dari pada menunjukkan sikap kontra dengan guru di depan teman-teman. Kedelapan, tidak menarik pakaian guru ketika berdiri. Ketika guru hendak berdiri dari posisi duduk mungkin ia membutuhkan bantuan karena kondisinya yang sudah agak lemah. Dalam keadaan seperti ini, murid jangan sekali-kali menarik baju guru dalam rangka memberikan bantuan tenaga. Ia bisa berjongkok untuk menawarkan pundaknya sebagai tumpuan untuk berdiri; atau sesuai arahan guru. Kesembilan, tidak menanyakan suatu masalah di tengah perjalanan hingga guru sampai di rumah. Jika ada suatu hal yang ingin ditanyakan kepada guru, terlebih jika itu menyangkut pribadi guru, tanyakan masalah itu ketika telah sampai di rumah. Tentu saja ini berlaku terutama kalau perjalanan dengan menaiki kendaraan umum. Kesepuluh, tidak banyak mengajukan pertanyaan kepada guru ketika guru sedang lelah. Dalam keadaan guru sedang lelah, seorang murid hendaknya tidak mengajukan banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban pelik, misalnya. Dalam hal ini dikhawatirkan guru kurang berkenan menjawabnya sebab memang sedang lelah sehingga membutuhkan istirahat untuk memulihkan stamina. Demikian kesepuluh adab murid terhadap guru sebagaimana dinasihatkan oleh Imam al-Ghazali. Jika diringkas, maka pada intinya adalah seorang murid hendaknya berlaku hormat kepada guru baik dengan sikap-sikap tertentu maupun dengan pandai-pandai menjaga lisan. Ia hendaknya tahu kapan dan bagaimana sebaiknya ia berbicara kepada guru termasuk ketika hendak mengajukan pertanyaan. Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama UNU Surakarta. Muridbertanya Mursyid menjawab Senin, 25 April 2011. Permohonan Doa: Rezeki. dengannya. Oleh sebab itu, guru-guru kita mengajarkan kepada kita aken memberi sedekah harian, karena sedekah itu dapat menangkal masalah dan memanjangkan kecintaan terhadap Nabi (s) dan keluarganya dan juga kepada para syekh dan jalan Sufi, karena mendengar
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh 1. Keyakinan penuh kepada Guru Mursyid dalam ajaran, bimbingan, dan pensuciannya atas diri murid-muridnya. – Mencintai Guru Mursyidnya dengan maksimal. – Meyakini kesempurnaan Guru Mursyid dalam mendidik dan membimbing. – Meyakini bahwa tidak ada samanya di daerah itu yang lebih utama dari Guru Mursyidnya. – Jika memandang orang lain lebih sempurna, maka ikatan cinta pun melemah, dan ucapan serta tindakan Guru Mursyid tidak banyak berpengaruh. – Sarannya adalah cinta. – Pengamal adab akan memperoleh tempat dan kecintaan di dalam qolbu sang Syeikh dan diridhoi dalam pandangan Allah Swt. Sebab dengan rahmat, anugerah, dan perhatian Allah Swt, Allah Swt senantiasa melihat dan mengawasi hati para kekasih atau wali-waliNya. Dengan bersemayam di dalam ruang qolbu Syeikh, rahmat dan anugerah Allah terus-menerus mengaliri segenap keberadaannya. – Keridhaan seorang Syeikh menandakan keridhaan Allah, Nabi Muhammad Saw dan seluruh Syeikh yang menempuh jalan Tasawuf. – Menghormati ulama-ulama dan para Syeikh adalah hak yang penting, tidak memenuhi hak mereka berarti menantang seorang Syeikh. – Ditengah para murid laksana Nabi dengan sahabat. 2. Ketetapan hati yang sempurna untuk mendatangi Guru Mursyid. – Sadarilah tanpa mendatangi Guru Mursyid, pintu tidak bakalan terbuka. – Jadi di depan pintu gerbang Guru Mursyid, harus berniat menyerahkan hidupnya dan mencapai tujuan. – Menjadikan perantara wasilah antara dirinya dengan Allah Swt. – Tandanya Tidak menolak dibimbing dan diarahkan oleh Guru Mursyid. – Ibarat dokter dengan pasien dan pemandi dengan jenazah. – Selalu menghadiri majelisnya. – Tidak berpaling kepada selain Guru Mursyidnya agar hatinya tidak bimbang antara 2 Mursyid. 3. Mematuhi perintah Guru Mursyid. – Dengan segenap jiwa dan raga mengakui kekuasaan Guru Mursyid dan mematuhi semua perintahnya. Sebab tanpa ketaatan tidak akan bisa mengetahui ketulusan dan apa yang bisa diraih. – Harus pasrah dan taat dalam semua perintah dan nasehat. – Jika Guru Mursyid marah atau menunjukkan sikap acuh tak acuh, janganlah memisahkan diri darinya, akan tetapi harus mawas diri, kemungkinan kekurang ajaran yang dilakukan atau telah melakukan pelanggaran atas perintah Allah atau telah melakukan larangan Allah. Hendaklah ia bertaubat kepada Allah dan minta maaf pada Guru Mursyid dan bertekad tidak mengulangi kesalahannya. 4. Tidak melawan kewibawaan Guru Mursyid. – Jika ada sesuatu yang tidak dapat dipahami dan kebenarannya belum dimengerti. Harus selalu ingat kisah Nabi Musa As. dengan Nabi Khaidir As. – Tidak boleh menentang Guru Mursyid dalam metode yang digunakannya untuk mendidik murid-muridnya. – Tidak menyalahi Guru Mursyidnya secara lahir dan tidak menentangnya secara batiniah. – Akibat dari akal dzahir yang terlalu diperturutkan. Komentar yang dilontarkan adalah tanda kebodohan, mungkin ia pintar ilmu logika tapi bodoh ilmu batin atau hikmah diam lebih baik jika tak mau bertanya. 5. Menafikan kehendak dan keinginannya sendiri. – Tidak boleh memulai sesuatu tanpa menyesuainya dengan keinginan Guru Mursyid. – Bersabar atas sikap-sikap Guru Mursyid yang merupakan bagian dari pendidikan. – Bergegas membantu Guru Mursyid sebisa mungkin. – Menghindari untuk tidak menyalahi Guru Mursyid, karena menyalahi Guru Mursyid adalah sebuah racun ganas yang bisa membahayakannya. – Murid tidak seyogyanya mencari-cari dalil dan alasan meminta rukhshah keringanan atas apa yang diperintahkan padanya. 6. Selalu menghargai pemikiran Guru Mursyid. – Tidak boleh melakukan apapun yang dilarang atau dibenci Guru Mursyid, walaupun dianggap persoalan kecil. – Jika sedang ada pertanyaan yang dilontarkan kepada Guru Mursyid, hendaknya murid diam. Jika ia menemukan kekurangan atau ketidak tepatan pada jawaban Syeikh, hendaklah tidak membantah. Akan tetapi ia bersyukur kepada Allah atas keutamaan ilmu dan nur yang diberikan khusus oleh Allah. Jika kesalahannya fatal, maka sebaiknya ia cepat menegurnya dengan sepatah kata sehingga Syeikh bisa langsung meralatnya, lalu ia murid bertobat sebab jalan terbaik bagi murid adalah diam. 7. Mengacu pada pengetahuan Guru Mursyid dalam menjelaskan makna berbagai macam pengalaman rohani atau mimpi. – Untuk membedakan kebenarannya, karena bisa jadi muncul dari ungkapan hasrat buruk yang terpendam atau kabar dari iblis. – Sampaikanlah pada Guru Mursyid agar bisa dipahami. 8. Menghormati ucapan Guru Mursyid. – Lidah Guru Mursyid merupakan mata rantai kehendak Allah Swt. – Harus yakin, bahwa Guru Mursyid adalah juru bicara Allah Swt dan bukan juru bicara hawa nafsu. – Qolbu Guru Mursyid laksana lautan yang luas dan berisi mutiara pengetahuan, permata ma’rifat dan selalu ditiup oleh angin rahmat dari Dzat Maha Abadi, dan menyisakan sebagian mutiara dan permata itu dibibir pantai lidahnya. Tidak ada ucapan Guru Mursyid yang sia-sia. – Karena berbekal kemunafikan dan pengetahuannya sendiri semata dan dorongan hawa nafsu seorang murid, ia tidak akan sampai kepada Allah dan tidak akan mendengarkan ucapan Guru Mursyid. 9. Merendahkan suara. 10. Menahan diri dari tindakan diluar batas. – Dengan ketidak sopanan karena terlalu gembira bersama Guru Mursyid atau terlalu banyak bertanya atau mendebat, akibatnya hijab kemuliaan atau kehormatan terkoyak dan pintu keberkahan pun tertutup. – Hendaklah mengagungkan Guru Mursyid dan menjaga kehormatannya, baik didepan maupun di belakang Guru Mursyidnya. – Senantiasa memulai pertemuan dengan ucapan salam. – Ikut berdiri ketika ia berdiri. Contoh dilarang  Membebani Guru Mursyid dalam urusan kepengurusan  Mendahului Guru Mursyid makan, minum, dan bertindak kecuali atas izinnya.  Panggilan yang tidak dengan sebutan kehormatan.  Berlalu lalang jalan dekat di hadapannya.  Menyibukkan diri saat Guru Mursyid bicara, misal berdzikir dengan tasbih atau sejenisnya.  Tertawa yang panjang dan keras di hadapannya saat Guru Mursyid bicara.  Banyak bicara di hadapannya.  Keluar dari Majelisnya bergerak keluar.  Ribut di dalam Majelisnya.  Menggelar sajadah di hadapannya kecuali saat shalat.  Menggulung sajadahnya sementara di atas sajadahnya ada orang yang lebih tinggi tingkat spiritualnya.  Berbicara di hadapan Guru Mursyid kecuali dalam kondisi darurat bertanya pada teman dan tidak menunjukkan sedikitpun keistimewaan dan kelebihan dirinya di hadapan Guru Mursyid.  Meminta kembali sesuatu yang ia berikan kepada Guru Mursyid, hal ini merupakan dosa besar dan dapat membatalkan status kemuridannya. “Orang yang menarik kembali hibah yang telah diberikannya seperti anjing yang menjilat muntahannya sendiri.” HR. Bukhari  Marah terhadap Guru Mursyid. Ia harus cepat-cepat minta ampun kepada Allah Swt dan meminta maaf kepada Guru Mursyid dan merendahkan diri kepadanya.  Memegang bajunya ketika ia berdiri. 11. Mengetahui waktu yang tepat untuk bicara. – Tidak boleh terburu-buru dan bicara kasar. – Sebelum berbicara, harus menunjukkan kerendahan hati, tenang dalam berucap dan jangan terlalu banyak bertanya. – Tidak meminta penjelasan tentang sesuatu masalah ditengah perjalanan hingga sampai kerumahnya dan tidak banyak bertanya ketika ia merasa jenuh. 12. Menjaga batas kehormatannya sendiri. – Tidak boleh berbicara sesuatu masalah yang bukan menjadi bagian dari kedudukannya maqam. – Harus bersikap jujur dan ikhlas dalam bergaul dengan Mursyidnya. – Jika berlangsung suatu perkara di depan Guru Mursyid, murid berhak diam meskipun dia memiliki penjelasan dan jawaban atas perkara itu. 13. Mampu menjaga rahasia-rahasia Guru Mursyid. – Tidak boleh mengungkapkan setiap keadaan berupa keajaiban, mimpi dan pengalaman rohani yang dirahasiakan oleh Guru Mursyid. – Rahasia adalah aib dan menyebar luaskan aib adalah dosa karena akan mengakibatkan fitnah. – Tidak menyampaikan ucapan-ucapan Guru Mursyidnya kepada manusia, kecuali sesuai dengan kadar pemahaman dan nalar mereka. – Jika melihat suatu aib pada diri Guru Mursyid mesti ditutupi. – Jika Guru Mursyid pernah keliru, lalu kembali ke jalur syara’, maka ia harus meyakini bahwa aib dan kesalahan yang dulu benar-benar telah hilang dan Guru Mursyid telah naik ke derajat yang lebih tinggi. Ini merupakan fase peralihan antara 2 status spiritual hal, sebab setiap peralihan status spiritual memiliki fase pemisah, antara hukum rukhshah syara’, kemudian ibahah, kemudian azhimah hukum asli dan ketentuan yang lebih berat Al-Asyadd. Kesalahan dan keinsyafan yang dilakukan Guru Mursyid harus dipandang simbol berakhirnya status pertama, untuk kemudian masuk ke ambang status kedua peralihan dari satu wilayah ke wilayah lain. Dengan kata lain melepas jubah kewalian tertentu dan memakai jubah kewalian lain yang lebih tinggi dan mulia. Sebab setiap hari mereka bertambah dekat dengan Allah para wali. 14. Mengungkapkan berbagai rahasia kepada Guru Mursyid. – Setiap keajaiban dan anugerah yang diberikan Allah kepadanya harus segera diceritakan kepada Guru Mursyid, untuk memperoleh penjelasan dan penilaian dari Guru Mursyid. 15. Berbicara kepada Guru Mursyid sesuai dengan kadar pemahaman pendengar lainnya. Referensi 1. “Rahasia Perjalanan Menuju Allah” Syeikh Muhammad Efendi Sa’ad As Singkawani Al Jawi 2. “Menelusuri dan Memahami Jalan Kesufian” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani 3. “Lautan Hakikat” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani 4. “9 Risalah Al Ghazali” Imam Al-Ghazali 5. “Hakikat Tasawuf” Abdul Qodir Isa 6.”Awaarif Al-Ma’aarif Puncak Pengetahuan Ahli Makrifat” Syeikh Syihaabuddin Umar Suhrawardi Kamis, 18 Oktober 2018 Adha Risyandi
Memangbanyak sekali adab-adab murid-murid terhadap dirinya, yang kita tidak ingin menceritakannya semua di sini berhubung dengan halaman-halaman yang terbatas. Ada kalanya Guru Mursyid memberi kebebasan pada murid, jika sudah kelihatan tanda kesungguhan murid. Guru Mursyid memberi ujian-ujian semakin berat, kadang kelihatan tidak
Untukbisa menyelami samudera hakikat yg maha luas, diperlukan seorang pembimbing yang ahli dibidangnya agar tidak tersesat dan pembimbing ini dikenal sebagai Guru Mursyid. Dalam khazanah ilmu tasawuf Guru Mursyid mempunyai peranan besar dalam membentuk hierarki manusia untuk sampai ke tingkat realisasi tertinggi dalam menempuh

KajianPersepsi Pelajar Terhadap Tahap Profesionalisme Guru Pendidikan Islam MRSM SYED NAJMUDDIN SYED HASSAN AB. HALIM TAMURI ISAHAK OTHAMAN Mursyid merujuk kepada aspek kepimpinan guru dalam bilik darjah untuk menjaga, menasihati, mengarah, membimbing dan memberi petunjuk kepada para pelajar Proses ta'lim merangkumi juga adab berilmu

. 313 49 488 419 435 259 465 45

adab murid terhadap guru mursyid